EXIST JAMBI NEWS, Jambi – Dua hari jelang masa tenang, elektabilitas Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi nomor urut 2, Al Haris- Abdullah Sani dengan 57,2% masih unggul jauh dibanding pasangan nomor urut 1, Romi Hariyanto- Sudirman yang hanya 26,7%. Masih ada 16,1% pemilih yang menjawab rahasia dan tidak tahu/tidak jawab (swing voter).
Demikian hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA tentang preferensi pemilih warga Jambi terhadap dua pasang calon yang berkontestasi di Pilgub Jambi, 27 November mendatang.
Hasil survei disampaikan peneliti senior LSI Network, Muhammad Khotib kepada pers di Jambi, Jumat (22/11/2024).
Survei dilakukan dari tanggal 10-14 November 2024. Menggunakan metodologi standar Multistage Random Sampling melalui wawancara tatap muka kepada 1200 responden secara acak dengan margin of error plus minus 2,9%.
Menurut Khotib, jika merujuk pada posisi elektabilitas dua Paslon diatas, potensi kemenangan lebih besar dan terbuka untuk Paslon Al Haris – Sani. Apalagi, pasangan yang diusung partai paling banyak itu, sudah memiliki pemilih militan.
Sementara itu, kata Khotib, Paslon Romi – Sudirman hanya memiliki pemilh militannya sekitar 17,8%. Angka strong supporter yang masih rendah ini tentu saja tidak cukup menggembirakan buat seorang kandidat karena masih jauh di angka aman untuk menang. Yaitu, biasanya, harus 35% ke atas seperti yang sudah dimiliki Al Haris -Sani.
Meski begitu, Khotib mengingatkan, bahwa peluang masih terbuka buat siapa saja, karena ada pemilih soft supporter yang masih cukup tinggi, yaitu 44,9%. Soft supporter adalah pemilih cair, gabungan antara orang yang sudah memilih tapi bisa berubah dan mereka yang belum punya pilihan sama sekali.
Namun, kata Khotib, jika merujuk pada waktu yang tinggal dua hari jelang masuk masa tenang ini, tidak mudah buat kompetitor yang masih tertinggal jauh elektabilitasnya untuk bisa mengejar kompetitor yang diatasnya, yaitu Al Haris – Sani perlu kerja super ekstra.
Apalagi, lanjut Khotib, Al Haris – Sani sudah punya modal dan bekal tingkat pengenalan dan kesukaan yang tinggi dibanding Romi – Sudirman.
Padahal, dua isu tersebut, yakni pengenalan dan kesukaan itu selalu menjadi rumus hukum besi untuk terpilih yang wajib dimiliki oleh siapapun kandidat yang ingin maju dan menang di Pilkada.
Khotib mencontohkan popularitas Al Haris secara personal yang sudah tembus di angka 89,8% dengan tingkat kesukaan 82,8%. Ini angka yang sangat strategis untuk menang, karena berbanding lurus antara pengenalan dan kesukaan. Yang bahaya itu, kalau tingkat pengenalan tinggi, tapi kesukaan rendah.
Posisi yang sebaliknya, terjadi pada Romi Hariyanto yang secara personal, tingkat pengenalannya belum tembus di 70% ke atas. Tepatnya, baru 68,0% dan dengan tingkat kesukaan 74,6%.
Dalam waktu yang sangat singkat pasti tidak mudah untuk bisa mengejar baik pengenalan maupun kesukaan.
Khotib juga menyampaikan beberapa data penting yang menguatkan peluang Al Haris- Sani untuk menang. Yaitu, dukungan aneka segmen demografis yang cukup merata, mulai dari segmen gender, usia, tingkat penghasilan dan pendidikan, pofesi, pemilih Ormas, pemilih partai, dan bahkan dapil.
“Dari data kita, Pak Haris – Sani itu hanya kalah di kabupaten Tanjung Jabung Timur, dimana Romi cukup unggul. Selebihnya, Pak Haris – Sani cukup kokoh, kecuali di segmen tertentu yang masih kompetitif. Maka, jika tak ada tsunami politik dan money politic yang massif dari lawan, maka Paslon no 2 yang berpotensi menang,” ungkapnya.
Terkait potensi menang itu, Khotib juga mencontohkan trend elektabilitas dari Al Haris – Sani yang terus naik. Dari survei sebelumnya, Oktober 2024, 44,5% meroket ke 57,2% pada November 2024. Kasus yang sebaliknya, terjadi pada Romi – Sudirman yang sebelumnya 30,6% turun ke 26.7%. Begitu juga dengan strong supportersnya, Al Haris-Sani naik dan Romi – Sudirman turun.
“Melihat angka-angka ini, maka tim Pemenangan Al Haris-sani semakin yakin. Memantapkan suara dan menjemput kemenangan,” ujarnya.
Pada bagian lain, Khotib juga mengungkapkan temuan data survei tentang prilaku pemilih terhadap money politic. Hasilnya, mayoritas pemilih (56,8%) menganggap money politic itu wajar. Ini biasanya potret kecendrungan pemilih senang jika ada kandidat yang memberi uang atau sembako.
Dalam analisa Khotib, bisa jadi, gambaran umum pemilih yang seperti itu berkorelasi dengan temuan data lainnnya, dimana ada sekitar 31,7% pemilih yang baru akan menentukan pilihannya pada hari H pencoblosan atau saat datang ke TPS. Meskipun, sudah ada sekitar 37,9% pemilih yang sudah menentukan pilihannya dari jauh-jauh hari.(NET)