Mangkir dari Pemanggilan Dishut, Pengusaha Sucipto Diduga Kriminalisasi Petani dan Aktivis

EXIST JAMBI NEWSJAMBI, Tanjabtim (06 Oktober 2025)  – Konflik agraria di Provinsi Jambi kembali memanas. Sejumlah petani dan aktivis yang memperjuangkan hak atas tanah justru dikriminalisasi, sementara pengusaha bernama Sucipto Yudodiharjo diduga mangkir dari panggilan penegakan hukum Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi.

Konflik agraria dan sumber daya alam selama ini menjadi persoalan struktural akibat ketimpangan kepemilikan lahan serta akses pertanian yang tidak adil. Di Jambi, terdapat lebih dari 272 ribu warga miskin, mayoritas adalah keluarga petani yang bergantung pada lahan pertanian. Ketimpangan ini memicu kesenjangan sosial dan mengancam keberlanjutan sektor pertanian di daerah.

Peran Negara dan Aparat yang Dipertanyakan

Dalam konteks ini, kehadiran negara seharusnya menjadi pelindung rakyat kecil. Namun, berbagai kalangan menilai langkah aparat justru berbanding terbalik. Polda Jambi dianggap terlalu menonjolkan pendekatan penegakan hukum (law enforcement) ketimbang penyelesaian secara sosial dan keadilan agraria sebagai ultimum remedium.

Kondisi ini menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat dan membuat citra kepolisian kian menurun. Alih-alih menjadi pengayom, aparat dinilai berperan dalam memperkuat ketimpangan agraria di lapangan.

Aktivis Thawaf Aly Ditangkap

Pada 29 September 2025, seorang aktivis tani senior Thawaf Aly (59) dijemput paksa oleh belasan anggota Subdit III Jatanras Polda Jambi. Ketua Divisi Advokasi Persatuan Petani Jambi itu kini ditahan di Rutan Mapolda Jambi.

Penahanan tersebut menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Banyak yang menilai tindakan aparat tidak proporsional, sebab kasus yang melibatkan Thawaf merupakan sengketa tanah—bukan tindak pidana murni. Padahal, menurut situs resmi Polri, Jatanras seharusnya menangani kejahatan berat seperti pembunuhan, perampokan, atau kekerasan seksual.

IHCS: Penahanan Cacat Prosedural

Aktivis HAM dari Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS) Jambi, Ahmad Azhari, menilai penahanan Thawaf Aly cacat hukum.

“Tidak ada unsur niat jahat (mens rea). Beliau justru menjalankan proses sesuai aturan. Sementara pihak Sucipto yang jelas melakukan panen ilegal dalam kawasan hutan malah dibiarkan,” tegas Azhari.

Ia mengingatkan bahwa PERMA No.1 Tahun 1956 dan SE Kajagung B-230/2013 dengan tegas melarang proses pidana dilanjutkan jika objeknya adalah sengketa perdata.

“Ini pelecehan terhadap judicial security dan bentuk pelanggaran HAM,” tambahnya.

Pakar Hukum: Ada Unsur Abuse of Power

Pakar hukum agraria dari Universitas Jambi, Dr. Rudi Hartanto, juga menilai kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik Polda Jambi.

“Bila objek perkara adalah sengketa tanah, maka proses pidana wajib ditangguhkan. Penetapan tersangka terhadap petani jelas melanggar prinsip konstitusional sebagaimana Pasal 28D UUD 1945,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Agus Erfandi, SH, Ketua Tim Advokasi. Ia menduga kuat adanya rekayasa hukum dan kriminalisasi petani. Hingga kini, berkas perkara Asman Tanwir dkk belum dikembalikan ke Kejati Jambi (P19), menandakan lemahnya alat bukti yang dimiliki penyidik.

Tuntutan Petani dan Kuasa Hukum

Persatuan Petani Jambi bersama tim hukum menyampaikan empat tuntutan utama:

  1. Kriminalisasi petani harus dihentikan segera.

  2. Polda Jambi harus menghormati PERMA dan SE Kajagung sebagai pedoman hukum acara.

  3. Aparat penegak hukum wajib menindak Sucipto Yudodiharjo dan kruninya yang jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum di kawasan hutan.

  4. Kami menuntut Kapolri turun tangan menertibkan aparat Polda Jambi yang terbukti tidak profesional dan merugikan rakyat kecil.

Persatuan Petani Jambi dan Kuasa Hukum:
📞 Erizal – 0853 8064 1869
📞 Azhari – 0823 7510 7117

  • (net)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini