Oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
Di suatu sudut Universitas Lampung, terdapat sebuah gedung dua lantai yang kini terlihat sedikit kumuh dan berkesan kuno, namun penuh dengan kenangan. Gedung Kemahasiswaan Unila yang terletak bersebelahan dengan rektorat. Gedung ini menyimpan kisah panjang perjalanan civitas akademima Unila dari masa ke masa. Meskipun bangunannya kini tak lagi secerah dulu, ia menjadi saksi bisu cerita di kampus Unila tempo doeloe yang tak terhitung.
Gedung Kemahasiswaan memang menyimpan banyak kenangan berharga, termasuk bagi saya. Di sinilah pertama kali saya berjumpa dengan gadis cantik yang menjadi pujaan hati, Yulia KW. Kami berkenalan beberapa hari sebelumnya saat pameran pembangunan di PKOR Way Halim. Saat itu, Yulia adalah mahasiswa Fakultas Hukum yang aktif sebagai wartawan di koran kampus, Teknokra. Saya begitu terkesan dengan kecantikan dan keramahannya. “Itu siapa sih ncus “, tanyaku kepada nCus yang sednag menjaga stand Unila. Kebetulan, beberapa aktivis Teknokra yang saya kenal, seperti Maksus Thanrin Hidayat (Ncus Pimted), Jiun, Ujang, dan lain-lain, adalah sahabat sepermainan saya.
Setelah berkenalan, saya sengaja berkunjung ke sekretariat Teknokra yang terletak di lantai atas Gedung Kemahasiswaan ini. Pastinya saya membawa pisang goreng ya gaes buat kawan-kawan. Tentu saja, tak terhitung cerita indah dan momen yang mengisi hari-hari, menjalin cinta kami berdua, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menjadi dosen di kampus ini.
Di lantai 1 gedung ini l, terdapat kantin yang penuh cerita. Biasanya, setelah menandatangani dan mengambil gaji di rektorat, kami mampir untuk makan siang di sana. Kantin ini bukan hanya tempat mahasiswa mengisi perut, tetapi juga menjadi pusat pertemuan bagi berbagai kalangan. Mahasiswa dari berbagai fakultas, dosen, bahkan staf kampus, saling berbincang dan bercanda di sini, menciptakan suasana yang hangat dan penuh keakraban. Seiring berjalannya waktu, kantin ini menjadi saksi dari berbagai cerita dan tawa yang mengisi hari-hari mereka.
Kantin kemahasiswaan menjadi tempat favorit untuk bersantai setelah kuliah atau rapat organisasi. Beberapa kenangan indah yang paling sering diceritakan adalah momen menikmati makan siang bersama teman-teman dekat sambil berbincang ringan. Menikmati makan siang sambil berbagi cerita tentang kehidupan kampus atau rencana masa depan adalah kenangan yang tak tergantikan.
Kantin kemahasiswaan menghadirkan menu maknyus sesuai dengan dompet mahasiswa. Beberapa kuliner kenangan di kantin ini adalah sambal ikan, soto, dan sayur lodehnya yang selalu menggugah selera. Semua kenangan ini tetap melekat kuat dalam ingatan saya, menjadikan Gedung Kemahasiswaan tak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai saksi dari perjalanan mahasiswa Unila, yang mungkin telah sukses saat ini.
Di sisi lain lantai pertama juga terdapat gerai yang menjual berbagai souvenir khas Universitas Lampung. Tempat ini menjadi favorit bagi mahasiswa dan pengunjung yang ingin membeli berbagai barang seperti alat tulis, kaos, jaket, sweater, dan gantungan kunci bertuliskan Unila. Semua produk ini menjadi kenangan bagi mereka yang pernah menginjakkan kaki di kampus ini.
Tidak hanya itu, Gedung Kemahasiswaan adalah pusat kegiatan organisasi kemahasiswaan. Di sinilah tempat berkumpulnya para aktivis mahasiswa, mulai dari pencinta alam, UKM Seni dan Teater, hingga ULM Teknokra. Setiap sudut gedung ini menyimpan cerita perjuangan, ide-ide cemerlang, dan pergerakan-pergerakan yang tak terhitung jumlahnya, yang telah mengukir sejarah di kampus ini.
Kenangan indah saat rapat-rapat atau diskusi yang penuh semangat tentang ide-ide besar, atau merencanakan kegiatan bersama yang tak terlupakan. Di sini, banyak mahasiswa merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Gedung ini menjadi saksi dari keputusan-keputusan besar yang membawa perubahan dalam hidup saya. Munkin saja, setiap sudut Gedung menghadirkan kenangan yang berbeda bagi kita, namun pastinya semuanya berharga dan penuh makna.
Saya, Yulia dan Tasya pagi ini sengaja berkeliling Unila untuk jalan-jalan di embung dan sekitar ya. Kebetulan kami melintasi gedung penuh kenangan ini. Lumayan sedih sih, gedung ini terlihat sedikit usang, seperti tidak terurus. Yah mungkin Unila lagi efisiensi dan nggak punya dana untuk
memperbaiki gedung ini gumamku dalam hati. Di sepanjang jalan saya dan Yukia mengenang kisah kasih kami, yang membuat Tasya tersenyum. Sungguh setiap sudut gedung ini penuh dengan cerita dan kenangan. Gedung ini, dengan segala keunikan dan kisahnya, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kenangan kit yang pernah menjaid bagian dari Universitas Lampung.(Dosen Unila dan Tukang tulis)